Sabtu, 05 Desember 2009

STUDI TENTANG KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN INVESTASI SWASTA PADA DINAS PERINDUSTRIAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mencantumkan aspek-aspek penting tentang pemerintahan di daerah. Menurut Baharuddin Tjenreng (2005:2) aspek pemerintahan di daerah yang terpenting adalah kewenangan otonomi untuk Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang didasarkan pada asas desentralisasi saja, dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan daerah yang dimaksud adalah kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku.

Bagian Penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menetapkan kewenangan otonomi luas yaitu keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahanyang mencakup kewenangan di semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneterdan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Di samping itu, keleluasaan otonomi mencakup pula kewenangan yang utuh dan bulat dalam penyelenggaraannya mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan evaluasi. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang, dan kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Sedangkan prinsip otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan nasional. Kebijakan otonomi daerah yang ditetapkan pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, mengharuskan pemerintah daerah melakukan terobosan-terobosan yang memberikan nilai positif bagi daerah itu sendiri, guna kemandirian masyarakatnya. Untuk merealisasikan maksud tersebut, bidang ekonomi merupakan salah satu halyang harus diprioritaskan karena mengembangkan investasi dan bisnis merupakan kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan sekaligus meningkatkan penerimaan daerah untuk membiayai program pembangunan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, telah mengatur pendanaan untuk daerah yang masih dialokasikan oleh pemerintah pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan sebagainya. Namun alokasi dana yang disediakan tersebut terbatas sedangkan di sisi lain kebutuhan daerah akan pembangunan makin bertambah dengan jumlah dana yang tidak mungkin disiapkan sepenuhnya oleh pemerintah daerah, sehingga diperlukan adanya tambahan dana dari sektor lainnya untuk membantu membiayai pembangunan di daerahdan salah satu di antaranya yaitu sektor swasta baik asing maupun dalam negeri dalam bentuk Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) untuk sektor usaha yang diizinkan oleh pemerintah. Untuk menarik investasi swasta ini, dilaksanakan melalui pelayanan administrasi penanaman modal yang merupakan salah satu urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah, sebagaimana yang ditetapkan di dalam Bab II Bagian Kedua Pasal 14 ayat (1) huruf n Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yaitu Pelayanan Administrasi PenanamanModal.

Pelayanan administrasi penanaman modal, dalam konteks penulisan ini adalah penanaman modal yang tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mencakup penetapan kebijakan dan rencana penanaman modal, penyediaan data potensi dan peluang usaha daerah, promosi dan kerjasama investasi atau penanaman modal, perizinan, pengawasan dan pengendalian pelaksanaan penanaman modal. Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian dalam pelayanan administrasi penanaman modal adalah pelayanan perizinan investasi khususnya perizinan investasi swasta Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Titik berat penekanan pada investasi swasta PMA dan PMDN adalah untuk membedakannya dari investasi pemerintah ataupun investasi non profit yang dilakukan oleh masyarakat melalui yayasan.

Pelayanan perizinan adalah bagian dari pelayanan publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat khususnya kalangan dunia usaha. Dalam rangka pemberian pelayanan tersebut pemerintah telah memberikan pedoman atas penyelenggaraan pelayanan publik sebagaimana diatur di dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/2003, tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pelayanan publik itu sendiri pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakatyang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Pada sisi lain mutu pelayanan perizinan investasi di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya belum pula seperti yang diharapkan investor. Kondisi tersebut terlihat dari hasil studi Bank Dunia Tahun 2004 yang dikemukakan oleh Pusat Penelitian dan Pelatihan Badan Koordinasi Penanaman Modal, Pelayanan Perizinan Penanaman Modal (2006:2) tentang prosedur investasi yang panjang dan mahal di Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN. Berdasarkan data hasil survey tersebut perizinan untuk memulai usaha diberbagai instansi baik di tingkat pusat maupun daerah di Indonesia membutuhkan waktu lebih lama dengan 12 prosedur dan memakan waktu 151 hari, serta diperlukan biaya sebesar ± US. $ 1.163,- dibandingkan dengan Malaysia melalui 9 prosedur dan butuh waktu hanya 30 hari dengan biaya sebesar US. $ 945,-, di Thailand 8 prosedur memakan waktu 33 hari dengan biaya sebesar US.$ 159,63dan Filipina 11 prosedur, butuh waktu 50 hari dengan biaya sebesar US.$ 216,-.

Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara, berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara Nomor: 26 Tahun 2005 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas-dinas Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dan Surat Keputusan Bupati Kutai Kartanegara Nomor 30 Tahun 2005 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah tersebut diatas, merupakan unit kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang pelayanan administrasi penanaman modal di Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya untuk pelayanan perizinan investasi swasta Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) harus mampu memberikan pelayanan terbaik bagi investor yang bermaksud menanamkan modalnya, sesuai dengan Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal yang termuat dalam Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Nomor: 57/SK/2004 jo. Nomor: 70/SK/2004, yaitu tentang Pedoman dan Tata Cara Persetujuan Penanaman Modal. Ini merupakan usaha untuk memberikan pelayanan prima kepada investor mengingat semakin besarnya tantangan ke depan dalam menarik investasi. Pelayanan prima tersebut dapat tercermin dari, adanya transparansi dalam pemberian pelayanan, pelayanan yang dapat dipertanggung jawabkan, pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan, dan pelayanan yang tidak membeda-bedakan suku, agama, ras, dan lain-lain.

Proses perizinan investasi swasta pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu investor yang ingin menanamkan modalnya harus mencermati jenis aplikasi apa yang akan diajukan, dan apa jenis persyaratan yang dibutuhkan, setelah investor mengisi formulir aplikasi dan melampirkan dengan semua persyaratan yang dibutuhkan, lalu investor mengisi formulir Check List Self Assesment, setelah itu petugas melakukan penelitian untuk memperoleh pembenaran dan memberikan tanda terima aplikasi, apabila ada kekurangan data maka aplikasi akan dikembalikan kepada investor dengan catatan apa saja kekurangannya, kemudian apabila aplikasi yang diajukan telah lengkap maka akan diproses perizinan investasinya.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara belum optimal. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengamatan sementara penulis menunjukkan belum maksimalnya pelayanan perizinan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara terhadap investor, yang dapat dilihat dari jumlah investor yang menanamkan modal di daerah Kabupaten Kutai Kartanegara dari tahun ke tahun semakin menurun.

Selain hal tersebut diatas, ada juga beberapa masalah yang ditemui penulis dalam pelayanan perizinan investasi pada Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara, yaitu:

1. Terdapat kesan menurunnya kepercayaan investor terhadap pelayanan perizinan, di karenakan pada saat investor baru melakukan survey terhadap potensi-potensi daerah untuk menanamkan modalnya, investor tersebut sudah dibebani dengan biaya-biaya.

2. Kurang telitinya petugas dalam pembuatan Surat Persetujuan Penanaman Modal (SP PM), yang terlihat dari, sering tidak tercantum secara jelas lokasi dan alamat dari perusahaan.

3. Lambannya pengurusan maupun prosedur yang berbelit-belit, dimana seharusnya dapat diselesaikan dalam waktu 10 hari kerja, tetapi aparat pemerintah menyelesaikannya lebih dari 10 hari kerja.

4. Dari hal-hal tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan yang menunjukkan bahwa pelayanan perizinan untuk memulai usaha atau berinvestasi di Indonesia pada umumnya dan di Kabupaten Kutai Kartanegara khususnya masih menghadapi tantangan dan kendala serta hambatan.

Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian secara mendalam tentang pelayanan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara, dengan judul Studi Tentang Kualitas Pelayanan Perizinan Investasi Swasta Pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara.

B. Rumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah kualitas pelayanan perizinan investasi swasta pada Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara ?“

C. Tujuan Dan Kegunaan

1. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

a. Mendeskripsikan kualitas pelayanan perizinan investasi swasta yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara

b. Mengetahui faktor-faktor penghambat dalam pelayanan perizinan investasi dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara.

2. Kegunaan

Kegunaan dari penelitian ini:

a. Sebagai sumbangan pemikiran bagi pemerintah dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat.

b. Sebagai salah satu wahana untuk memperkaya dan mengembangkan ilmu pengetahuan berdasarkan teori-teori yang diperoleh dalam perkuliahan dengan praktek pelaksanaan pelayanan publik bagi masyarakat.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis

1. Kualitas Pelayanan

a. Kualitas

Upaya pemerintah untuk memberikan pelayanan publik yang optimal menjadi sangat penting untuk dilakukan. Pelayanan publik harus memperoleh perhatian dan penanganan yang sungguh-sungguh karena merupakan tugas dan fungsi yang melekat pada setiap aparatur pemerintah. Tingkat kualitas kinerja pelayanan publik memiliki dampak yang luas dalam berbagai aspek kehidupan, terutama untuk mencapai tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, upaya penyempurnaan pelayanan publik harus dilakukan secara terus menerus dan berkelanjutan dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah.

Istilah kualitas menurut Crosby (dalam Nasution, 2001:16) merupakan Conformance to Requirement, yaitu sesuai dengan yang di syaratkan atau di standarkan. Suatu produk memiliki kualitas apabila sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk. Menurut Deming (dalam Nasution, 2001:16) kualitas adalah kesesuaian dengan kebutuhan sepenuhnya. Suatu produk dikatakan berkualitas apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya pada konsumen, yaitu sesuai dengan apa yang diharapkan konsumen atas suatu produk.

Dalam pandangan lain, Tjiptono (1996:51) mengemukakan konsep kualitas sebagai ukuran relatif kebaikan suatu produk yang terdiri atas kualitas desain dan kualitas kesesuaian yang memuaskan konsumen. Tjiptono (1997:129) berpendapat bahwa keunggulan suatu produk jasa adalah tergantung dari keunikan serta kualitas yang diperlihatkan oleh jasa tersebut, apakah sudah sesuai dengan harapan konsumen sebab kepuasan konsumen sangat tergantung pada kualitas suatu produk serta kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelolanya.

Garvin (dalam Nasution, 2001:16) mengatakan bahwa kualitas adalah kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia atau tenaga kerja, proses dan tugas, serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen. Dengan demikian mutu adalah kondisi dinamis yang bisa menghasilkan pelayanan yang lebih baik, lebih murah, lebih cepat, lengkap dan tuntas. Dengan kata lain jika suatu produk, jasa atau proses yang dihasilkan tidak memenuhi harapan pelanggan berarti produk, jasa atau proses itu kurang bermutu. Maka pelayanan kepada pelanggan dikatakan bermutu bila memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Sejalan dengan itu dikatakan pula bahwa pengertian mutu dapat diartikan sebagai hasil kinerja untuk suatu proses pekerjaan yang sesuai standar sebagaimana diharapkan oleh pelanggan.

Eduarson (dalam Tjiptono, 1997:53) menyatakan bahwa kualitas lebih menekankan aspek kepuasan pelanggan dan pendapatan. Kualitas memiliki hubungan erat dengan kepuasan pelanggan. Kepuasan memberikan suatu dorongan kepada pelanggan untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan. Dalam jangka panjang ikatan seperti ini memungkinkan perusahaan untuk memahami dengan seksama harapan pelanggan serta kebutuhan mereka.

b. Pelayanan

Menurut Hodges (dalam Sutarto, 2002:123) secara etimologis, kata pelayanan berasal dari kata melayani, yang berarti orang yang pekerjaannya melayani kepentingan dan kemauan orang lain.

Selanjutnya menurut Sinambela (2007:5) dalam Kepmenpan No.63/KEP/M.PAN/7/2003, dikatakan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan maupun pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

Beberapa unsur yang terkandung dalam pengertian pelayanan yaitu:

1) Pelayanan merupakan kegiatan yang dilakukan oleh suatu badan lembaga atau aparat pemerintah maupun swasta.

2) Objek yang dilayani adalah masyarakat (publik) berdasarkan kebutuhannya

3) Bentuk pelayanan yang diberikan berupa barang atau jasa

4) Ada aturan atau sistem dan tata cara yang jelas dalam pelaksanaannya.

Menurut Komaruddin (1993:448), bahwa pelayanan adalah alat-alat pemuas kebutuhan yang tidak berwujud atau prestasi yang dilakukan atau dikorbankan untuk memuaskan permintaan dan kebutuhan konsumen. Lebih jauh dikemukakan oleh Daviddow dan Uttal (dalam Lukman, 2001:5) bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja yang mempertingi kepuasan pelanggan (whatever enhances customer satisfaction)

Pendapat tersebut dipertegas oleh Sianipar (1999:4), bahwa pelayanan dikatakan sebagai cara melayani, membantu menyiapkan, mengurus, menyelesaikan keperluan, kebutuhan seseorang atau kelompok orang. Obyek yang dilayani adalah masyarakat yang terdiri dari individu, golongan, dan organisasi (sekelompok orang anggota organisasi).

c. Kualitas Pelayanan

Menurut Sianipar (1999:32) kualitas pelayanan difokuskan kepada cara penyerahan dan pada saat penggunaan sejauhmana dapat memenuhi ketentuan-ketentuan dasar desain atau kesepakatan serta waktu pemeliharaan dan perbaikan. Kualitas jasa atau pelayanan berpusat pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketetapan pengabdiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan.

Menurut Wyekof (dalam Tjiptono, 1997:59) kualitas jasa atau pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa atau pelayanan yaitu

1) pelayanan yang diharapkan, dan pelayanan yang dipersepsikan.

Dengan memiliki kualitas pelayanan yang baik maka pada akhirnya timbul kesesuaian antara harapan konsumen dengan kinerja yang dirasakan. Layanan yang baik menjadi dambaan setiap orang yang berurusan dengan badan / instansi yang bertugas melayani masyarakat.

2) Pengukuran Kualitas Pelayanan

Kualitas Pelayanan merupakan penilaian atas sejauhmana suatu jasa sesuai dengan apa yang seharusnya diberikan atau disampaikan (Tjiptono, 1997:45). Lebih lanjut Tjiptono (1997:45) mengatakan bahwa kualitas diukur melalui penelitian konsumen mengenai persepsi pelanggan terhadap kualitas pelayanan sebuah organisasi. Kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator dalam mengukur efektifitas kinerja organisasi baik swasta maupun publik.

Menurut Vincent Gasperz (dalam Sianipar, 1999:18-19) ada 10 (sepuluh) dimensi yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas jasa atau pelayanan:

a) Kepastian waktu pelayanan. Ketepatan waktu yang diharapkan berkaitan dengan waktu proses atau penyelesaian, pengiriman, penyerahan, pemberian jaminan atau garansi dan menanggapi keluhan.

b) Akurasi pelayanan. Hal ini berkaitan dengan realibilitas pelayanan, bebas dari kesalahan.

c) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Personil yang berada pada garis depan yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal harus dapat memberikan sentuhan pribadi yang menyenangkan yang tercermin melalui penampilan pribadi, bahasa tubuh, tutur kata, dan sopan santun

d) Tanggung jawab. Bertanggung jawab dalam penerimaan pesan atau permintaan dan penanganan keluhan masyarakat.

e) Kelengkapan. Kelengkapan pelayanan menyangkut lingkup pelayanan, ketersediaan prasarana pendukung dan pelayanan komplementer.

f) Kemudahan mendapatkan pelayanan. Hal ini berkaitan dengan banyaknya outlet petugas yang melayani dan fasilitas pendukung.

g) Variasi model pelayanan. Hal ini berkaitan dengan inovasi untuk memberikan pola-pola baru pelayanan.

h) Pelayanan pribadi. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan dan menanggapi kebutuhan khas.

i) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan. Kenyamanan memperoleh pelayanan berkaitan dengan tempat pelayanan, kemudahan, ketersediaan data dan petunjuk.

j) Atribut pendukung pelayanan.

Moenir (2000:47), mengatakan bahwa pelayanan adalah kunci keberhasilan dalam berbagai usaha atau kegiatan yang bersifat jasa. Dalam hal ini perannya akan lebih besar dan bersifat menentukan manakala dalam kegiatan-kegiatan jasa di masyarakat terdapat kompetisi atau persaingan dalam usaha merebut pelanggan.

Garvin (dalam Nasution, 2001:17) mengemukakan 5 (lima) macam perspektif yang digunakan untuk mewujudkan kualitas suatu produk:

a. Transcendental Approach, dalam pendekatan ini kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit untuk dioperasionalisasikan. Sudut pandang ini biasanya diterapkan dalam dunia seni.

b. Product - Based Approach, menganggap bahwa kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat dikuantifikasikan dan dapat diukur

c. User - Based Approach, didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung pada orang yang menggunakannya dan produk yang paling memuaskan preferensi seseorang merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

d. Manufacturing - Based Approach, memperhatikan praktek - praktek perekayasaan dan pemanufakturan, serta mendefenisikan kualitas sebagai kesesuaian atau sama dengan persyaratan.

e. Value - Based Approach, memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Kualitas dalam perspektif ini bersifat relatif sehingga produk yang memiliki kualitas paling tinggi belum tentu produk yang paling bernilai. Akan tetapi, yang paling bernilai adalah barang dan jasa yang tepat dibeli.

Christoper (dalam Sianipar, 1999:6) mengatakan pelayanan pelanggan (masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan) yang berkesinambungan antara waktu pemesanan dan waktu barang dan jasa diterima, digunakan dengan tujuan memuaskan pelanggan dalam jangka waktu yang panjang.

Menurut Granroos (dalam Sutopo, 2002:11) ada 6 (enam) kriteria untuk menilai kualitas pelayanan yang baik, yaitu:

a. Profesionalisme dan Ketrampilan.

Para pelanggan menyadari bahwa pemberi pelayanan dan para petugas memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk memecahkan masalah secara profesionalisme.

b. Sikap dan Perilaku

Para pelanggan merasakan bahwa para petugas pelayanan memperhatikan dan tertarik untuk memecahkan masalah secara spontan dan ramah.

c. Aksesibilitas dan Fleksibilitas

Para pelanggan merasakan bahwa pemberi pelayanan, lokasinya, waktu, kegiatan para pegawai dan sistem operasionalnya dirancang dan beroperasi dengan baik, sehingga mudah memiliki akses kepada konsumen, dan kesemuanya dipersiapkan agar sesuai dengan permintaan dan keinginan pelanggan.

d. Reliabilitas dan Kepercayaan

Para pelanggan mengetahui bahwa mereka mempercayai pemberi pelayanan, para petugas pelayanan akan menepati janjinya dan melakukan pekerjaannya dengan sepenuh hati.

e. Perbaikan

Para pelanggan menyadari apabila ada kesalahan, dan terjadi hal-hal tidak diperhitungkan sebelumnya, maka pihak pemberi pelayanan akan segera mengambil tindakan untuk mengatasi permasalahan.

f. Reputasi dan Kredibilitas

Para pelanggan percaya bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan para pemberi pelayanan dapat dipercaya dan berusaha memiliki kinerja yang baik.
Jika suatu organisasi ingin berkualitas, maka apa yang ingin dilakukan oleh sebuah organisasi perlu disesuaikan dengan kebutuhan anggota organisasinya dan masyarakat luas sebagai pengguna jasa. Apa yang menjadi tujuan, minat, dari karyawan dan apa yang masyarakat inginkan seharusnya merupakan feedback pada sebuah organisasi.

Dimensi-dimensi jasa yang digunakan oleh pelanggan dalam mengevaluasi jasa, seperti yang dikemukakan oleh Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (dalam Nasution 2001:18) adalah sebagai berikut:

a. Bukti langsung (Tangibles), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.

b. Keandalan (Reliability), yakni kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

c. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

d. Jaminan (Assurance), mencakup kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

e. Empati, meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

Kualitas menurut Kottler harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (dalam Tjiptono 1997:61) hal ini berarti bahwa citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi pihak penyedia jasa, melainkan sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa perusahaan sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa.

Sebagai pihak yang ingin memperoleh pelayanan yang baik dan memuaskan maka perwujudan pelayanan menurut Moenir (2000:41) yang didambakan adalah:

a. Adanya kemudahan dalam kepentingan dan pelayanan yang cepat dalam arti tanpa hambatan yang kadang-kadang dibuat-buat.

b. Memperoleh pelayanan secara wajar tanpa gerutu, sindiran, atau kata-kata lain yang nadanya mengarah pada permintaan sesuatu baik dengan alasan untuk dinas atau alasan untuk kesejahteraan.

c. Mendapat perlakuan yang sama dalam pelayanan terhadap kepentingan yang sama, tertib, dan tidak pandang bulu.

d. Pelayanan yang jujur. Terus terang apabila ada hambatan karena sesuatu masalah yang tidak dapat dihindarkan hendaknya diberitahukan sehingga orang tidak menunggu sesuatu yang tidak menentu.

Setiap penyelenggaraan pelayanan perizinan harus memiliki standar pelayanan yang merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan penerima layanan. Standar pelayanan perizinan Penanaman Podal Dalam Negeri (PMDN) atau Penanaman Modal Asing (PMA) juga harus ditentukan. Standar pelayanan perizinan yang dikemukakan oleh Pusat Penelitian dan Pelatihan Badan Koordinasi Penanaman Modal ; Pelayanan Perizinan Penanaman Modal (2006:6) paling tidak terdiri dari:

a. Prosedur Pelayanan. Yaitu prosedur yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan.

b. Waktu Penyelesaian. Yaitu waktu yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan.

c. Biaya Pelayanan. Yaitu biaya atau tarif pelayanan yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.\

d. Sarana dan Prasarana. Yaitu penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan.

e. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan. Yaitu pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

2. Prosedur Permohonan Investasi Swasta (Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing)

a. Persetujuan Penanaman Modal

1) Persetujuan PMDN

Permohonan Baru dalam rangka Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dapat diajukan oleh Perseroan Terbatas (PT), Commanditaire Vennootschap (CV), Firma(Fa), Koperasi, BUMN, BUMD, atau Perorangan dalam 2 (dua) rangkap menggunakan formulir Model I/PMDN dengan melampirkan:

a) Bukti diri pemohon

* Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan Perubahannya bagi PT, BUMN/BUMD, CV, FA.

* Rekaman Anggaran Dasar bagi Badan Usaha Koperasi

* Rekaman Kartu Tanda Penduduk (KTP) bagi perorangan.

b) Surat kuasa dari yang berhak apabila penandatanganan bukan pemohon sendiri

c) Rekaman Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

d) Uraian rencana kegiatan

* Uraian proses produksi yang dilengkapi dengan alir proses, serta mencantumkan proses produksi dan jenis barang dari bahan (bahan baku/bahan penolong) bagi industri pengolahan, atau

* Uraian kegiatan usaha bagi kegiatan di bidang jasa.

e.) Rekomendasi sektoral

* - Rekomendasi/penetapan izin prinsip sesuai ketentuan sektoral tertentu.

* Khusus sektor pertambangan yang merupakan kegiatan ektraksi, sektor energi, sektor perkebunan kelapa sawit, karet, dan sektor perikanan harus dilengkapi rekomendasi dari instansi yang bersangkutan.

* Khusus untuk bidang usaha pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang bahan bakunya tidak berasal dari kebun sendiri, harus dilengkapi dengan jaminan bahan baku dari pihak lain yang diketahui oleh Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota setempat.

* Bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan

* Kesepakatan/perjanjian kerjasama tertulis mengenai kesepakatan bermitra dengan usaha kecil, yang antara lain memuat nama dan alamat masing-masing pihak, pola kemitraan yang akan digunakan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan bentuk pembinaan yang diberikan kepada pengusaha kecil.

* Akta Pendirian dan perubahannya atau risalah RUPS mengenai penyertaan Usaha Kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham.

* Surat pernyataan diatas materai dari usaha kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai Undang-undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

* Persetujuan atas permohonan penanaman modal diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SP PMDN) selambat-lambatnya 10 hari kerja sejak diterima lengkap, kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen Teknis terkait. Tembusan SP PMDN disampaikan kepada Instansi terkait dan Gubernur/Bupati/Walikota.

2) Persetujuan PMA

Permohonan persetujuan Penanaman Modal Asing (PMA) dapat diajukan oleh Warga Negara Asing, Badan Hukum Asing, Perusahaan PMA, atau bersama dengan Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia dalam 2 (dua) rangkap menggunakan formulir Model I/PMA. Lampiran kelengkapan data PMA sama dengan kelengkapan data permohonan PMDN namun ada tambahan data berupa:

a) Bukti diri pemohon

* Peserta Asing, Rekaman Article of Association (untuk perusahaan) dalam Bahasa Inggris atau Indonesia, atau Paspor yang masih berlaku untuk peserta asing perorangan lengkap dengan lembaran yang kosong.

* Peserta Indonesia (apabila ada), Rekaman Akta Pendirian dan Perubahannya serta Pengesahan Menteri Hukum dan HAM, atau Rekaman Anggaran Dasar/Rumah Tangga (untuk Koperasi), atau Rekaman KTP yang masih berlaku (untuk perorangan).

b) Surat Kuasa (apabila penandatanganan aplikasi bukan yang berhak).

c) Rekaman Nomor Wajib Pajak (NPWP) yang terbaru (hanya untuk peserta Indonesia dan PT. PMA yang telah ada di Indonesia)

d) Uraian rencana kegiatan

* Uraian proses produksi yang dilengkapi dengan alir proses, serta mencantumkan proses produksi dan jenis barang dari bahan (bahan baku/bahan penolong) bagi industri pengolahan, atau

* Uraian kegiatan usaha bagi kegiatan di bidang jasa.

e) Rekomendasi sektoral

* Rekomendasi/penetapan izin prinsip sesuai ketentuan sektoral tertentu.

* Khusus sektor pertambangan yang merupakan kegiatan ektraksi, sektor energi, sektor perkebunan kelapa sawit, karet, dan sektor perikanan harus dilengkapi rekomendasi dari instansi yang bersangkutan.

* Khusus untuk bidang usaha pengolahan hasil perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet yang bahan bakunya tidak berasal dari kebun sendiri, harus dilengkapi dengan jaminan bahan baku dari pihak lain yang diketahui oleh Dinas Perkebunan Kabupaten/Kota setempat.

f) Bagi bidang usaha yang dipersyaratkan kemitraan

* Kesepakatan/perjanjian kerjasama tertulis mengenai kesepakatan bermitra dengan usaha kecil, yang antara lain memuat nama dan alamat masing-masing pihak, pola kemitraan yang akan digunakan, hak dan kewajiban masing-masing pihak, dan bentuk pembinaan yang diberikan kepada pengusaha kecil.

* Akta Pendirian dan perubahannya atau risalah RUPS mengenai penyertaan Usaha Kecil sebagai pemegang saham, apabila kemitraan dalam bentuk penyertaan saham.

g) Surat pernyataan diatas materai dari usaha kecil yang menerangkan bahwa yang bersangkutan memenuhi kriteria usaha kecil sesuai Undang-undang No 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil.

Persetujuan atas permohonan penanaman modal diterbitkan dalam bentuk Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (SP PMA) selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterima lengkap, kecuali bidang-bidang usaha yang memerlukan konsultasi dengan Departemen Teknis terkait. Tembusan SP PMA disampaikan kepada Instansi terkait, Gubernur/Bupati/Walikota serta Kepala Perwakilan RI di Negara dan Kedutaan Besar Asing yang bersangkutan.

b. Izin Usaha Tetap (IUT)

Perusahaan penanaman modal diluar dan dalam Kawasan Berikat wajib memiliki Izin Usaha/Izin Usaha Tetap untuk dapat memulai pelaksanaan kegiatan operasi/produksi. Permohonan diajukan dalam 2 (dua) rangkap dengan menggunakan formulir IUT, dengan melampirkan:

1. Rekaman Akta Pendirian Perusahaan dan perubahannya, yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM.

2. Rekaman Bukti Kepemilikan Tanah atau perjanjian sewa menyewa bagi tanahnya yang disewa.

3. Rekaman Izin Mendirikan Bangunan atau perjanjian sewa menyewa bangunan bagi yang menyewa bangunan atau gedung.

4. Rekaman Izin Undang-Undang Gangguan/HO

5. Rekaman Dokumen AMDAL/UKL-UPL/SPPL.

6. Rekaman LKPM semester terakhir.

7. Rekaman NPWP

8. Rekaman SP PMDN / SP PMA beserta perubahannya

9. Surat kuasa jika yang mengajukan bukan direktur (atau yang berhak)

10. Untuk bidang usaha tertentu harus memperhatikan ketentuan sektor terkait beserta persyaratan izin lainnya (misalnya: untuk angkutan udara harus ada AOC (Air Operation Clearence), Titik Koordinat untuk usaha penangkapan ikan dari Departemen Kelautan dan Perikanan, dll)

Penerbitan persetujuan Izin Usaha Tetap dikeluarkan selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan yang lengkap dan berlaku selama perusahaan berproduksi bagi perusahaan PMDN, dan selama 30 (tiga puluh) tahun bagi perusahaan PMA sejak produksi dimulai.
Tembusannya disampaikan kepada pejabat-pejabat instansi terkait sesuai SP PMDN/PMA.

Strategi pelayanan investasi Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yaitu dengan meningkatkan mutu pelayanan administrasi khususnya perizinan secara prima, konduktif, dan berorientasi pasar, reformasi perizinan melalui peningkatan efisiensi dan penyajian lebih banyak pilihan pelayanan, kemudian juga dengan merubah sikap dan cara aparatur dalam memberikan pelayanan kepada pelaku bisnis untuk lebih ramah dan lebih profesional.

4. Pelayanan Perizinan Investasi Swasta

Dikaitkan dengan pelayanan umum atau pelayanan publik, Sianipar (1999:5) mengatakan bahwa pelayanan masyarakat sebagai suatu proses pemenuhan kebutuhan masyarakat terutama yang berhubungan dengan kepentingan umum dan kepentingan golongan atau individu dalam bentuk barang dan jasa. Masyarakat di atas adalah pihak yang dimaksud sebagai pelanggan atau obyek pelayanan. Penegasan ini dikemukakan pula oleh Moenir (2000:6), bahwa pelayanan umum tidak terlepas dari kepentingan umum, yakni kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan alasan faktor materiil melalui sistem, prosedur, metode tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai haknya. Pelayanan masyarakat adalah segala bentuk pelayanan sektor publik yang dilakukan oleh aparatur pemerintah, termasuk pelaku bisnis, BUMN, BUMD dalam bentuk barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik bahwa pengertian Pelayanan Publik, hakekatnya adalah Pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat.

Penerima pelayanan publik tersebut adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum, sementara pemberi pelayanan publik adalah pejabat atau pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsinya.

Dengan demikian pelayanan perizinan yang dilaksanakan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara untuk investasi swasta, merupakan bagian dari pelayanan publik itu sendiri, dimana pelayanan yang diselenggarakan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan perizinan investasi swasta di kabupaten Kutai Kartanegara khususnya para penanam modal swasta sesuai ketentuan peraturan yang berlaku.

Budiono (1985:17) menyatakan bahwa investasi adalah permintaan barang dan jasa untuk menciptakan atau menambah kapasitas produksi atau pendapatan dimasa yang akan datang. Dalam investasi tercakup dua tujuan utama yaitu untuk menggantikan bagian dari penyediaan modal yang rusak dan tambahan penyediaan modal yang ada. Investasi dalam pengertian luas adalah suatu usaha dan pengorbanan untuk menghasilkan kemanfaatan yang lebih besar sebagai imbalan dari usaha dan pengorbanan tersebut (Pusat Penelitian dan Pelatihan BKPM 2006:4).

Dalam perhitungan pendapatan nasional dan statistik, pengertian investasi adalah seluruh nilai pembelian para pengusaha atas barang-barang modal dan pembelanjaan untuk mendirikan industri dan pertambahan dalam nilai stok barang perusahaan, yang berupa bahan mentah, barang belum diproses dan barang jadi.

Suatu investasi akan dijalankan bila pendapatan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga, dan investasi dalam suatu barang modal adalah menguntungkan jika biaya ditambah bunga lebih kecil dari pada hasil pendapatan yang diharapkan dari investasi tersebut. Para pelaku investasi adalah pemerintah, swasta, dan kerjasama pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah pada umumnya dilakukan bukan untuk mencari keuntungan tetapi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (nasional), seperti jaringan jalan raya, taman-taman umum dan sebagainya. Swasta tidak tertarik pada jenis investasi ini, karena memerlukan biaya besar dan tidak memberikan keuntungan secara langsung, melainkan secara berangsur-angsur dalam jangka waktu lama. Swasta lebih tertarik pada jenis investasi yang ditujukan untuk memperoleh laba, yang biasanya didorong oleh adanya pertambahan pendapatan.

Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara, merupakan unit kerja Pemerintah Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara yang mempunyai tugas dan tanggung jawab di bidang pelayanan administrasi penanaman modal di Kabupaten Kutai Kartanegara, khususnya pada Bidang Promosi dan Perizinan Penanaman Modal untuk memberikan pelayanan perizinan investasi swasta yaitu Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA).

a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), adalah penggunaan dari bagian kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki oleh Negara, maupun Swasta nasional atau asing yang berdomisili di Indonesia untuk menjalankan usaha baik secara langsung atau tidak langsung.

Modal Dalam Negeri yaitu penggunaan dari bagian kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh Negara maupun Swasta nasional atau asing yang berdomisili di Indonesia.

b. Penanaman Modal Asing (PMA) hanya meliputi penanaman modal secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang, untuk menjalankan perusahaan di Indonesia. Pemilik modal secara langsung menanggung resiko atas penanaman modal tersebut.

Modal Asing yaitu alat pembayaran Luar Negeri yang tidak merupakan kekayaan devisa Indonesia yang dengan persetujuan Pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. Alat-alat untuk perusahaan termasuk bahan-bahan atau penemuan-penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar negeri ke dalam wilayah Indonesia selama alat-alat tersebut tidak dibiayai dari bagian kekayaan devisa Indonesia.

Dalam rangka memberikan pelayanan perizinan penanaman modal PMDN dan PMA, pola yang digunakan adalah pelayanan langsung kepada penanaman modal / investor yang mengajukan aplikasi melalui Front Office (FO) dan Back Office (BO). Selain itu juga digunakan pola tidak langsung melalui pengiriman aplikasi via pos dan pemantauan perkembangan persetujuan melalui web-site.

a. Pola Pelayanan Langsung

Pada prinsipnya pelayanan perizinan yang dilakukan berdasarkan asas transparansi yaitu bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan. Untuk transparansi pelayanan perizinan telah dipublikasi melalui papan pengumuman dan web-site, tentang:

- Alur proses pengajuan aplikasi

- Persyaratan aplikasi

- Bidang usaha yang memerlukan persyaratan khusus / teknis

- Bidang usaha yang perlu rekomendasi

- Bidang usaha yang kepemilikan saham asingnya dibatasi.

Dengan memperhatikan persyaratan tersebut diatas para pengusaha dapat mempersiapkan aplikasinya secara cepat dan benar.

Pada saat ini untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pengusaha, telah diterapkan System Front Office (FO) dan Back Office (BO). Dengan cara ini pengusaha yang telah siap dan akan mengajukan permohonan persetujuan penanaman modal dapat secara langsung bertemu dan berkomunikasi dengan petugas Front Office untuk mengkonsultasikan aplikasi yang telah diisi oleh pengusaha. Apabila kedatangan investor tersebut untuk menyerahkan aplikasi maka diwajibkan melakukan Self Assesment dengan mengisi formulir Check List Self Assesment lebih dahulu.

Aplikasi yang disampaikan tersebut diserahkan kepada petugas Front Office untuk dilakukan verifikasi. Apabila aplikasi yang diterima dinyatakan lengkap maka diberikan tanda pembenaran atau sebaliknya berkas yang tidak lulus verifikasi dikembalikan saat itu juga kepada pengusaha secara tertulis diatas formulir yang telah disediakan dengan menyebutkan kekurangan-kekurangan permohonan tersebut. Apabila aplikasi telah lengkap dan benar, pengusaha kemudian menerima tanda terima aplikasi dari petugas dengan mencantumkan dalam tanda terima tersebut mengenai waktu; tanggal dan jam berapa persetujuan perizinan tersebut dapat diambil oleh investor. Atas aplikasi yang lengkap tersebut oleh petugas dilakukan pemasukan / entre data dalam sistem berkas lulus verifikasi.

Berkas aplikasi yang dinyatakan lengkap tersebut diteruskan kepada petugas Back Office untuk diproses penyiapan konsep surat persetujuannya. Prinsipnya aplikasi yang diberikan tanda pembenaran oleh FO dan diproses oleh BO tidak diperkenankan lagi surat menyurat Kelengkapan Data (KD).

b. Pola Pelayanan Tidak langsung

Pelayanan tidak langsung ini maksudnya setiap penyampaian aplikasi penanaman modal tidak disampaikan secara langsung oleh pengusaha namun dapat melalui jasa kurir seperti kantor pos atau facsimile sehingga pengusaha tidak perlu datang sendiri.

Dengan cara ini setiap aplikasi yang diterima melalui pos atau facsimile harus diteruskan kepada petugas FO untuk diperiksa dan diverifikasi atas data yang disampaikan dalam aplikasi. Dalam memproses penyelesaian aplikasi apabila terdapat ketidaklengkapan data maka petugas FO langsung memberitahu pengusaha melalui surat atau facsimile.

Perkembangan proses persetujuan penanaman modal PMDN / PMA dapat dipantau oleh investor melalui web-site. Menggunakan media web-site akan memudahkan bagi investor untuk mengetahui secara cepat dan akurat penyelesaian perizinan. Khusus pengusaha yang menyampaikan dokumen perizinan melalui facsimile apabila telah selesai maka surat izin asli baru dapat diterima setelah menyerahkan permohonan yang asli.

B. KERANGKA BERPIKIR

Investasi di daerah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di daerah. Karena itu pelayanan perizinan untuk melakukan kegiatan investasi khususnya investasi swasta oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kewajiban publik yang harus dilakukan sebagai penyelenggara pemerintahan di daerah. Dengan dikeluarkannya izin tersebut maka pemerintah telah memberikan kepastian berusaha bagi pengusaha atau investor. Hal yang lebih penting lagi melalui izin yang dikeluarkan, pemerintah mempunyai kemampuan melakukan pengaturan, pengendalian, acuan pengawasan dan pedoman dalam mengukur efektivitas. Pada akhirnya pemerintah akan mengevaluasi atas izin yang diberikan terutama menyangkut kendala dan hambatan yang dihadapi dan merupakan masukan dalam menyusun kebijakan selanjutnya.

Namun meningkat atau menurunnya keinginan investor/pengusaha untuk melakukan kegiatan investasi di Daerah khususnya di Kabupaten Kutai Kartanegara dapat dipengaruhi oleh kualitas pelayanan perizinan investasi yang diberikan oleh Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara. Ada beberapa dimensi pokok yang bisa dijadikan tolok ukur yang dapat dipakai untuk menguji tentang kualitas pelayanan. Yaitu:

1. Bukti langsung (Tangibles), yaitu kualitas pelayanan yang diukur dengan melalui fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi dalam memberikan pelayanan kepada investor.

2. Keandalan (Reliability), yaitu kualitas pelayanan yang diukur melalui kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.

3. Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kualitas pelayanan yang diukur melalui keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (Assurance), yaitu kualitas pelayanan yang diukur melalui kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staff, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Empati, yaitu kualitas pelayanan yang diukur melalui kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi dan pemahaman akan kebutuhan para

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara.

B. Variabel, Defenisi Operasional, Indikator, Dan Klasifikasi

Variabel penelitian ini adalah:

1. Bukti Langsung (Tangibles)

a. Defenisi operasional.

Yang dimaksud dengan bukti langsung adalah kualitas pelayanan yang dapat diukur melalui tingkat kualitas sarana dan prasarana yang digunakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, dan kesiapan pegawai yang memberikan pelayanan.

b. Indikator: - Kualitas fasilitas pelayanan

- Kesiapan pegawai dalam pelayanan

c. Klasifikasi Kualitas fasilitas pelayanan:

- Baik

- Cukup Baik

- Tidak Baik

Klasifikasi Kesiapan pegawai dalam pelayanan

- Siap

- Tidak Siap

2. Keandalan (Reliability)

a. Defenisi operasional.

Yang dimaksud dengan keandalan adalah kualitas pelayanan yang dapat diukur melalui kemampuan pegawai dalam memberikan pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat sebagai pengguna layanan, kesederhanaan prosedur pelayanan, dan ketepatan waktu pelayanan.

b. Indikator:

- Kesesuaian pelayanan dengan kebutuhan

- Kesederhanaan prosedur pelayanan

- Ketepatan waktu pelayanan

c. Klasifikasi Kesesuaian pelayanan dengan kebutuhan

- Sesuai

- Tidak sesuai

d. Klasifikasi Kesederhanaan prosedur pelayanan

- Sederhana

- Berbelit-belit

e. Klasifikasi Ketepatan waktu pelayanan

- Tepat waktu

- Tidak tepat waktu

3. Daya Tanggap (Responsiveness)

a. Defenisi operasional.

Yang dimaksud dengan daya tanggap adalah kualitas pelayanan yang dapat diukur melalui ketanggapan dan kecepatan pegawai dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

b. Indikator: - Ketanggapan memberikan pelayanan

- Kecepatan memberikan pelayanan

c. Klasifikasi Ketanggapan memberikan pelayanan

- Tanggap

- Tidak tanggap

Klasifikasi Kecepatan memberikan pelayanan

- Cepat

- Lambat

4. Jaminan (Assurance)

a. Defenisi operasional.

Yang dimaksud dengan jaminan adalah kualitas pelayanan yang dapat diukur melalui pengetahuan pegawai, dan kemampuan pegawai dalam menanamkan rasa keyakinan kepada investor sebagai pengguna layanan.

b. Indikator: - Pengetahuan pegawai

- Kemampuan pegawai menanamkan rasa keyakinan

c. Klasifikasi Pengetahuan pegawai

- Tinggi

- Sedang

- Rendah

Klasifikasi Kemampuan menanamkan rasa keyakinan

- Mampu

- Tidak Mampu

5. Empati

a. Defenisi operasional.

Yang dimaksud dengan empati adalah kualitas pelayanan yang dapat diukur melalui kemampuan pegawai dalam berkomunikasi dengan investor, dan pemahaman pegawai terhadap apa yang menjadi kebutuhan dari investor.
b. Indikator: - Kemampuan berkomunikasi

- Pemahaman terhadap kebutuhan investor

c. Klasifikasi Kemampuan berkomunikasi

- Mampu

- Tidak Mampu

Klasifikasi Pemahaman terhadap kebutuhan investor

- Paham

- Tidak Paham

C. Populasi, Sampel, Responden Dan Informan

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003:90).

Yang menjadi populasi dalam penelitian ini ada dua kelompok, yaitu:

a. Seluruh pegawai pada Bidang Promosi dan Perizinan Penanaman Modal di Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara yang berjumlah 8 orang.

b. Seluruh perusahaan yang pernah menerima pelayanan perizinan penananaman modal dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara, yang masih aktif beroperasi, dengan jumlah 32 perusahaan yang terdiri dari 20 perusahaan PMDN dan 12 perusahaan PMA.

2. Sampel dan Responden

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2003:91). Sampel diambil dengan menggunakan teknik pengambilan sampel yaitu Teknik Cluster, dengan membagi sampel dalam dua kelompok yaitu:

a. Pada pegawai Bidang Promosi dan Perizinan Penanaman Modal di Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Penanaman Modal Kabupaten Kutai Kartanegara, sampel diambil dengan menggunakan teknik Sampling Jenuh yaitu penentuan sampel bila semua anggota populasi diambil sebagai sampel. Dengan teknik tersebut diperoleh sampel dari pihak pegawai, sebanyak 8 orang. Jadi yang ditetapkan sebagai responden adalah 8 orang pegawai.

b. Pada perusahaan penanaman modal, sampel diambil dengan 2 kali penarikan, yaitu yang pertama untuk penarikan perusahaan, dan yang kedua untuk penarikan orang-orang didalam perusahaan tersebut. Penarikan sampel perusahaan menggunakan teknik Simple Random Sampling yaitu penarikan sampel secara acak, tanpa memperhatikan strata yang ada. Dengan teknik tersebut diperoleh sampel dari perusahaan, sebanyak 17 perusahaan dengan rincian 12 perusahaan PMDN dan 5 perusahaan PMA. Kemudian penarikan sampel untuk orang didalam perusahaan-perusahaan tersebut menggunakan teknik Sampling Purposive, yaitu teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Sampel diambil dengan mempertimbangkan bahwa orang yang diambil sebagai sampel merupakan orang-orang yang pernah berurusan dengan pelayanan perizinan penanaman modal. Dengan pertimbangan tersebut maka yang diambil sebagai sampel adalah Pimpinan atau Penanggung jawab Perusahaan, Kepala Divisi Administrasi, dan Kepala Divisi Operasional dari perusahaan-perusahaan tersebut. Dari teknik penarikan sampel tersebut diperoleh sampel dari pihak perusahaan sebanyak 51 orang, dengan rincian 36 orang dari perusahaan PMDN, dan 15 orang dari perusahaan PMA.

Jadi jumlah responden dari pihak perusahaan penanaman modal adalah 51 orang dengan rincian 36 orang dari perusahaan PMDN dan 15 orang dari perusahaan PMA. Lebih jelas dapat dilihat pada tabel 2.

Untuk memperoleh data dan informasi tentang pelaksanaan tugas dan tanggung jawab pelayanan perizinan investasi pada Dinas Perindustrian Perdagangan dan Penanaman Modal, maka yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Promosi dan Perizinan Penanaman Modal.

D. Jenis Dan Sumber Data

1. Jenis data:

a. Data kualitatif, yaitu data yang berupa informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

b. Data kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

2. Sumber data:

a. Data Primer adalah sumber data (responden) yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, yaitu data yang diperoleh melalui interview (wawancara) dan observasi.

b. Data Sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, yaitu data yang diperoleh melalui dokumen, tulisan, atau laporan yang berkaitan dengan penelitian ini.

E. Metode Dan Teknik Pengumpulan Data

1. Metode yang digunakan:

a. Metode Kepustakaan (Library Research), yaitu penulis mempelajari beberapa data yang diambil dari berbagai literatur yang relevan dengan judul penelitian ini.

b. Metode Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu peneliti terjun langsung ke lapangan untuk menghimpun data yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:

a. Interview (wawancara), yaitu cara yang digunakan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan penelitian ini dengan bertanya langsung kepada para responden.

b. Kuesioner (angket), yaitu suatu format pertanyaan yang disiapkan peneliti untuk dibagikan kepada responden yang berhubungan dengan permasalahan.

c. Observasi, yaitu teknik pengumpulan data yang mempunyai ciri yang lebih spesifik, karena tidak terbatas pada orang, tetapi juga pada objek-objek lainnya, dimana peneliti langsung terjun ke lapangan untuk mengamati permasalahan yang dihadapi.

F. Teknik Pengolahan Dan Analisa Data

Teknik yang digunakan dalam mengelola dan menganalisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif, dimana penulis menggambarkan data secara keseluruhan kemudian menarik kesimpulan.

DAFTAR PUSTAKA

Budiono, 1985, Ekonomi Makro seri Sinopsis – Pengantar Ilmu Ekonomi No. 2, BPFE, Yogyakarta

Komaruddin, A., 1993, Ensiklopedia Manajemen, Alumni, Bandung

-------------------., 1996, Dasar-Dasar Manajemen Investasi, PT. Rineka Cipta, Jakarta

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

Lukman, S., 2001, Membangun Kepemerintahan Yang Baik, Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Jakarta.

Moenir, A.S., 2000, Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia, PT. Bumi Aksara, Jakarta

Nasution, M. N., 2001, Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management), Ghalia-Indonesia, Jakarta

Nazir, Moh., 1988, Metode Penelitian, Ghalia-Indonesia, Jakarta

Pusat Penelitian Dan Pelatihan Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2006, Pelayanan Perizinan Penanaman Modal

Sianipar, 1999, Manajemen Jasa, Andi, Yogyakarta.

Sinambela, L.P., 2007, Reformasi Pelayanan Publik (Teori, Kebijakan, dan Implementasi), Bumi Aksara, Jakarta.

Sutarto, 2002, Dasar-Dasar Organisasi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Sutopo, 2002, Pelayanan Prima, Lembaga Administrasi Negara-RI, Yogyakarta

Tjenreng, Baharudin, 1994/1995, Aktualisasi Landasan Konstitusional, Tujuan dan Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Mimbar Departemen Dalam Negeri No. 24

Tjiptono, F., 1996, Strategi Bisnis dan Manajemen, Andi, Yogyakarta

--------------, 1997, Prinsip-Prinsip Total Quality Service, Andi, Yogyakarta

Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 jo. Undang-Undang No. 11 Tahun 1970, tentang Penanaman Modal Asing

Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 jo. Undang-Undang No. 12 Tahun 1970, tentang Penanaman Modal Dalam Negeri

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004, tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar